Logo Muhammad

JIKA ISTRI BERAKHLAK BURUK

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ JIKA ISTRI BERAKHLAK BURUK Sebagai tambahan dan sekaligus pembanding kisah di bawah, diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari, bahwa Nabi ﷺ bersabda: ثَلَاثَةٌ يَدْعُونَ اللَّهَ فَلَا يُسْتَجَابُ لَهُمْ: رَجُلٌ كَانَتْ تَحْتَهُ امْرَأَةٌ سَيِّئَةَ الْخُلُقِ فَلَمْ يُطَلِّقْهَا “Ada tiga golongan yang berdoa kepada Allah, namun tidak dikabulkan: (1) Seorang pria yang beristrikan seorang wanita yang buruk akhlaknya namun ia tidak menceraikannya….” [HR al-Hakim dalam no. 3181 dan lain-lain. Sanadnya dinilai valid oleh al-Albani dalam al-Shahihah no. 1805 dan Shahih al-Jami’ no. 3075] Al-‘Allamah Al-Munawi menjelaskan hadis ini: فإذا دعى عليها لا يستجيب له لأنه المعذب نفسه بمعاشرتها وهو في سعة من فراقها “Jika pria itu mendoakan keburukan untuk istrinya, maka doanya tidak dikabulkan. Sebab pria itu sendiri yang mengazab dirinya dengan tetap membersamai sang istri. Sedangkan ia (punya pilihan yang) lapang untuk berpisah dengan wanita tersebut.” [Ref.: Faidhul-Qadir, vol. III, hlm. 336] Al-‘Allamah al-Shan’ani menjelaskan: فإذا آذته سأل الله أن يفرج عنه منها فإنه لا يجاب لأنه تعالى قد شرع له ما يخلصه منها ولذا قال: (فلم يطلقها) وفيه أنه تعالى لا يبغض طلاق سيئة العِشْرة “Ketika wanita itu menyakiti suaminya lalu suaminya berdoa agar Allah memberikan kelapangan untuknya dari perbuatan istrinya, maka doanya tidak dikabulkan. Sebab Allah telah mensyariatkan perceraian untuk melepaskan dirinya dari istri tersebut. Karena itulah Nabi ﷺ menegaskan (dengan klausa): ‘Namun suami itu tidak menceraikan istrinya.’ Hadis ini juga mengandung faidah, bahwa menceraikan wanita yang memiliki penyikapan yang buruk itu bukan termasuk perkara yang dibenci oleh Allah Taala.” [Ref.: al-Tanwir Syarh al-Jami’ al-Shaghir, vol. V, hlm. 241.] Intinya, kalaupun suaminya memilih tetap bersabar dan membersamai istrinya yang berakhlak buruk, maka itu adalah pilihannya. Rasa sakit yang ia rasakan akibat perbuatan istrinya itu adalah akibat pilihannya sendiri, sebagai konsekuensi yang harus ia tanggung. Padahal kalaupun ia memilih untuk bercerai dengan sebab alasan tersebut, maka termasuk perkara yang diperkenakan, dan bukan termasuk perkara yang dibenci oleh syariat. Karena itu, apabila dia sampai berdoa terkait tindakan istrinya tersebut, berupa keluhan dan lain sebagainya, maka doanya itu tidak dikabulkan. Tidak terkabulnya doa yang dimaksud dalam hadis ini bukanlah bersifat umum yang mencakup seluruh doa, melainkan doa yang lebih spesifik, yaitu yang berkaitan dengan sang istri. Faidah ini saya sampaikan setelah adanya obrolan dan pertanyaan dari salah satu grup WA, tentang apakah kisah di bawah berkontradiksi dengan zahir hadis di atas. Konklusinya, berdasarkan syarah ulama terhadap hadis tersebut, secara esensinya tidak ada kontradiksi. Semoga bermanfaat. Allahu a’lam. Oleh: AdniKu MEMERTAHANKAN ISTRI DURHAKA Adalah seorang ulama bernama Abu Bakr bin al-Labbad al-Maliki merupakan ulama besar dalam Mazhab Maliki. Seorang yang terkenal dengan zuhud dan wara, serta seorang yang mustajab doanya. Beliau adalah guru dari Imam Ibnu Abi Zaid al-Qairawani. Abu Bakr, sang ulama besar ini memiliki istri yang lisannya pedas kepada suaminya. Sampai-sampai di hadapan murid-murid suaminya dia umpat suaminya: “Wahai lelaki pezina”, demikian umpatannya yang didengar jelas oleh para murid. Akhirnya setelah para murid mengetahui bahwa umpatan ini hanyalah fitnah semata, mereka memberi saran kepada sang guru untuk menceraikan istrinya. Akan tetapi respon beliau dengan saran ini sungguh luar biasa: أخشى إن طلقتها، أن يبتلي بها مسلم. ولعل الله دفع عني بمقاساتها بلاءً عظيماً. فقال: بل حفظتها في والدها، فإني خطبت الى جماعة فردّوني، وزوجني هو لله تعالى. وكان يفعل معي جميلاً. أفتكون مكافأته طلاقها؟ وكان يقول: لكل مؤمن محنة. وهي محنتي. “Aku khawatir jika kuceraikan dirinya, dia akan menjadi bencana bagi suami barunya. Semoga Allah selamatkan diriku dari bencana besar, karena aku bersabar menghadapi gangguannya. Aku memertahankannya demi ayahnya. Dahulu berulang kali aku mencoba melamar anak gadis orang, namun lamaranku selalu ditolak. Sampai akhirnya ayah dari istriku ini menikahkanku dengan putrinya semata-mata karena Allah. Selama pernikahanku dengannya, ayah mertua memerlakukanku dengan baik. Akankah kubalas kebaikan ayah mertua dengan menceraikan putrinya?? Setiap Mukmin itu memiliki ujian. Istriku adalah ujianku.” [Al-Madarik wa Taqrib al-Masalik karya al-Qaḍi al-‘Iyaḍ al-Maliki 5/289] Dalam hidup ini, setiap orang memiliki ujian khas. Ada yang diuji dengan anak yang nakal. Ada yang diuji dengan istri durhaka. Ada yang diuji dengan suami yang zalim dan tidak peka. Ada yang diuji dengan kekurangan harta dll. Hanya saja ada orang yang suka mengeluhkan ujian hidupnya di medsos dan lainnya, dan ada yang nampaknya baik-baik saja, karena tidak suka mengeluhkan ujian hidupnya kepada siapa-siapa. Jejak kesalehan dan kebaikan orang tua itu sungguh terasa pada anak keturunannya. Seorang istri durhaka dan hobi menyakiti suami dipertahankan mati-matian oleh seorang suami, karena jejak kebaikan orang tuanya. Seorang laki-laki yang memiliki pengalaman mengenaskan karena berulang kali ditolak lamarannya, hendaknya menyadari betapa baiknya istri dan mertuanya saat ini. Orang yang berakal sehat hanya akan membalas orang yang berbuat baik kepada dirinya dengan kebaikan. Di antara alasan tidak menceraikan istri durhaka adalah tidak menginginkan keburukan terjadi kepada orang lain. Abu Bakr bin al-Labbad beralasan tidak mau menceraikan istri yang suka menyakitinya dengan alasan tidak ingin ada laki-laki yang menderita gara-gara menjadi suami baru dari mantan istrinya. Tidak menginginkan terjadinya keburukan terjadi pada seorang Muslim adalah di antara tanda Mukmin yang memiliki iman yang berkualitas. Rumah tangga seorang ulama besar itu tidak mesti bahagia. Bukan karena beliau tidak maksimal dalam mendidik istrinya, namun karena itulah ujian hidup yang Allah berikan kepadanya. Oleh karena itu, perilaku buruk istri itu belum tentu menggambarkan ketidakmampuan suami dalam mendidik istri. Abu Bakr ini dinilai sebagai orang yang mustajab doanya. Artinya sering kali apa yang beliau mintakan kepada Allah itu langsung Allah kabulkan. Hal ini di samping karena ilmu dan keshalihan yang beliau miliki, boleh jadi karena kesabarannya dalam menghadapi lisan pedas istrinya. Semoga Allah karuniakan kepada semua pembaca tulisannya ini kebahagiaan hidup rumah tangga bersama orang yang benar-benar mencintainya setulus hati. Aamiin. Oleh: DR. Aris Munandar, SS, MPI Pondok Pesantren Hamalatul Qur’an Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta

Bagikan :

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lainnya

Close
Close